Sembunyi 2



Malam ini kita bertemu lagi. Awalnya aku agak terkejut, tapi sepertinya mulai bisa terbiasa. Sebagai ikhwa milikmu dan sebagai sesama lelaki, tanggungjawabku padamu hampir tak lagi mengenal waktu. Jika teriring meminta kekuatan, akan kuberikan milikku. Jika bersamaan dengan uluran tangan dan bantuan, mungkin bisa dilakukan oleh yang kumampu.
Terkadang aku belagu. Berlagak seperti tahu, tapi sebenarnya hanya menebak-nebak. Membalas pembicaraanmu dengan sedikit pengetahuanku, tapi biasanya ia diimbangi dengan beberapa kalimat daur ulang yang menjadi baru. Seperti sok tahu.
Kau datang lagi. Tapi kali ini aku tidak menangkap kegelisahan dari lisan yang biasanya berucap malam kemarin. Mata. Dua mata itu. Mereka menahan sesuatu. Sebagai ikhwa milikmu dan sebagai sesama lelaki, intuisi yang terjadi pada kita ini jarang terjadi. Entah karena ini termasuk ‘cabang spesialisku’ atau karena aku seorang ikhwa milikmu. Karena dari awal hingga akhir akan tetap sama. Aku ini ikhwa milikmu. Kapanpun itu, semoga aku selalu berada di sisimu, meskipun nanti akan diwakilkan oleh doaku. Yang bisa mengingatkanku bahwa takkan berhenti sebuah hubungan ini ketika Allah nanti memanggilku. Karena dari awal hingga akhir, aku mencoba bersabar, mencoba terus ikhtyar, berharap suatu saat kau menyentuh nikmatnya dakwah bila menyatu ke dalam jiwa.
“Kau tidak perlu sendiri. Bahkan setiap orang yang penyendiri akan butuh sesuatu untuk mengisi hati.”
Apalah yang akan kudapatkan ketika aku menjadi pendengar setiamu? Kisah-kisah aneh yang kuusahakan menjadi kenyataan. Yang jarang terpikirkan olehku harus dicetak baru dan membungkusnya rapi lalu kusampaikan hikmah dan kabar baik-Nya padamu. Kalau menghitung-hitung, aku tidak tahu seberapa keras aku berusaha mencetak dan membungkus seluruh kisahmu itu. Tergila-gila.. zina.. butuh perhatian.. lelaki yang direndahkan.. tanggungjawab yang terabaikan.. apa lagi? Oh Tuhan..
Tapi kuusahakan untuk tak lagi menghitungnya. Karena sekali lagi aku ini ikhwa milikmu dan sebagai sesama lelaki.
Terakhir, yang ingin kukatakan padamu adalah, “Aku tak pernah tahu kapan kau akan berhenti menemuiku atau sampai kapan aku masih bisa menemuimu, meskipun begitu Allah bersamamu. Dalam hati yang kaurasakan meragu, Allah berada di sisimu. Kuharap kita bersama-Nya sampai akhir.”

 Ikhwa milikmu,


Khair
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 comments:

Post a Comment