Malam ini kita bertemu
lagi. Awalnya aku agak terkejut, tapi sepertinya mulai bisa terbiasa. Sebagai ikhwa milikmu dan sebagai sesama lelaki,
tanggungjawabku padamu hampir tak lagi mengenal waktu. Jika teriring meminta
kekuatan, akan kuberikan milikku. Jika bersamaan dengan uluran tangan dan
bantuan, mungkin bisa dilakukan oleh yang kumampu.
Terkadang aku belagu. Berlagak
seperti tahu, tapi sebenarnya hanya menebak-nebak. Membalas pembicaraanmu
dengan sedikit pengetahuanku, tapi biasanya ia diimbangi dengan beberapa
kalimat daur ulang yang menjadi baru. Seperti sok tahu.
Kau datang lagi. Tapi kali
ini aku tidak menangkap kegelisahan dari lisan yang biasanya berucap malam
kemarin. Mata. Dua mata itu. Mereka menahan sesuatu. Sebagai ikhwa milikmu dan sebagai sesama lelaki,
intuisi yang terjadi pada kita ini jarang terjadi. Entah karena ini termasuk ‘cabang
spesialisku’ atau karena aku seorang ikhwa
milikmu. Karena dari awal hingga akhir akan tetap sama. Aku ini ikhwa milikmu. Kapanpun itu, semoga aku
selalu berada di sisimu, meskipun nanti akan diwakilkan oleh doaku. Yang bisa mengingatkanku
bahwa takkan berhenti sebuah hubungan ini ketika Allah nanti memanggilku. Karena
dari awal hingga akhir, aku mencoba bersabar, mencoba terus ikhtyar, berharap
suatu saat kau menyentuh nikmatnya dakwah bila menyatu ke dalam jiwa.
“Kau tidak perlu
sendiri. Bahkan setiap orang yang penyendiri akan butuh sesuatu untuk mengisi
hati.”
Apalah yang akan
kudapatkan ketika aku menjadi pendengar setiamu? Kisah-kisah aneh yang
kuusahakan menjadi kenyataan. Yang jarang terpikirkan olehku harus dicetak baru
dan membungkusnya rapi lalu kusampaikan hikmah dan kabar baik-Nya padamu. Kalau
menghitung-hitung, aku tidak tahu seberapa keras aku berusaha mencetak dan
membungkus seluruh kisahmu itu. Tergila-gila.. zina.. butuh perhatian.. lelaki
yang direndahkan.. tanggungjawab yang terabaikan.. apa lagi? Oh Tuhan..
Tapi kuusahakan untuk
tak lagi menghitungnya. Karena sekali lagi aku ini ikhwa milikmu dan sebagai sesama lelaki.
Terakhir, yang ingin
kukatakan padamu adalah, “Aku tak pernah tahu kapan kau akan berhenti menemuiku
atau sampai kapan aku masih bisa menemuimu, meskipun begitu Allah bersamamu. Dalam
hati yang kaurasakan meragu, Allah berada di sisimu. Kuharap kita bersama-Nya
sampai akhir.”
Ikhwa
milikmu,
Khair
0 comments:
Post a Comment