Ada beberapa hal yang
tak bisa kuutarakan padamu sejelas dan senyata mungkin. Mengertilah. Sebagai seseorang
yang sepertinya memiliki bahu untuk tubuhmu bersandar, aku harus sadar. Sejauh mana
kau berujar, aku hanya menjadi pendengar. Malam ini, kau tidak akan pernah tahu
aku ini seperti apa, betapa terkejutnya aku dengan cerita yang kau bawa. Karena
aku ini ikhwa milikmu dan sebagai
sesama lelaki, kurasa bukan saatnya untuk mengatakan aku ini seperti apa. Meski
cuma beberapa waktuku yang tersedia, meski mereka berkejar-kejaran deadline, maaf karena ini yang ada.
Untuk menuliskan dan
menceritakannya ulang, izinkan aku menghela napas dan berbasmallah agar terdapat berkah dan hikmah. Izinkan pula aku
menuangkannya ke dalam-dalam mata pembaca hingga merasuk ke dalam dada. Yang semoga
Allah perkenankan ridha dan cinta-Nya.
Setelah sekian lama
menghilang, ternyata kau tenggelam. Ditimbun lumpur hitam. Terpuruk di dalam
masa lalu yang kelam. Astaghfirullah. Apa
yang harus kulakukan ketika pertama kali langsung kumendengar kabar darimu?
Dengan gaya bercerita
tak langsung, fitnah perempuan telah menyeretmu ke dalam siksaan yangn nyata. Aku
hampir tidak bisa berkata apa-apa saat mendengar ‘zina’!
Sialnya aku kenapa kau
bisa sejauh itu. Sialnya aku kenapa baru tahu sekarang.
Kuhela napas panjang. Aku
masih berada dimana yang kau tahu bahwa aku tidak tahu itu perbuatan siapa. Sebagai
kita, ini bukan saat yang tepat menyalahkan jika kau datang untuk dikuatkan. Sebagai
lelaki, ini tempat bertukar pikiran betapa hebatnya fitnah yang telah
digaris-turunkan.
“Sudah berbulan-bulan
dia melakukannya. Apakah taubat…”
Mataku cerah. Banyak harapan
yang kudengar dari kalimatnya.
“Bila diri mendekat
pada-Nya. Hidup dan cinta terselamatkan entah bagaimana caranya. Teman, memperjuangkan
yang pantas untuk diperjuangkan. Kira-kira siapa?”
0 comments:
Post a Comment