Anak di pagi hari, rindu di malam lagi



“Bagiku, biasa saja melihat mereka berpacaran menjalin bahagia. Tapi begitu cemburu melihat seorang ayah bercanda tawa dengan gadis kecilnya.”

Meski baru beberapa kali bertemu dan bertukar tawa dengan sedikit malu-malu, aku sudah menemukannya. Aduh, pipimu yang bersemu ungu, nasi yang menggantung di bibirmu, dan suara lincah yang terdengar ke ujung penjuru; sungguh lucu. Adakala dimana seorang pria mendadak jadi ayah ketika melihat seseorang yang memerlukan di situasinya.
Beberapa hari lalu saja memang dan sepertinya tak ada makhluq yang menjamin kebertahanannya. Bisa saja kapan lagi tak jumpa.
Seseorang memandang bahagia dengan lensa yang berbeda. Pertimbangan dan segala yang ada menjadi tolak ukur dalam memilih opsi yang tersedia. Ada instan, setengah matang, dadakan, apatis, mementingkan duniawi, dan lain-lain kini sering ditemukan karena bentuk realistisnya. Bagi kita, tidakkah merasa bahagia ketika itu sedang berada di dunia lalu jika di akhirat nantinya. ‘Kan boleh memilih kedua-duanya. Bahagia di dunia dan akhirat. Kenapa? Terdengar tamak? Alasannya karena Allah sayang kita, semoga kita terus sayang Allah.
Cepat atau lambat, setiap pria di dunia akan menjadi seorang ayah, jika tidak mungkin di akhirat. Pilihannya adalah ia yang maksiat atau pria idaman yang taat. Sepertinya ini bukan pilihan yang sulit. Karena bahkan seburuk-buruk wanita dimanapun tidak akan memilih pemimpin dan pendamping hidup yang buruk pula, apalagi yang selain itu; wanita baik-baik. Juga berlaku untuk sebaliknya pada pria ke wanita. Jika kamu terlihat tidak diseriusin, mungkin kamu sedang dimainin. Bagi pria, hubungan seperti pacaran sering tak memberi bekas, lalu pada wanita? Serius mau dimainin apa diseriusin? Menurut kamu pacaran itu, serius apa main-main? Kalau serius kenapa kerjanya cuma jalan sama main-main? Kalau bukan main-main, sebutan untuk sms-an manja dan cari perhatian gak jelas itu apa?
Kembali, ingin bahagia di dunia dan akhirat bukan hal yang salah. Bahkan seharusnya menjadi salah satu resolusi terarah. Bagi kita ini adalah pilihan, sekali lagi kita harus memilih. Ah, jika seperti ini mesti pikir panjang-panjang, putuskan matang-matang. Pacaran dan pernikahan antara sepasang kekasih itu ridha-Nya jauh berbeda. Untuk membahasnya, saya belum punya kafaah, hehe.
Singkat cerita, kini kecemburuanku pada ayah dan gadis kecilnya sudah terpudarkan. Pada waktu yang telah dan akan terhabiskan, untuk sesaat aku bertemu dengan lesung pipi dan rambutmu yang tersembunyi. Berjabat dengan tangan mungil dan logatmu yang centil. Berdekatan dengan tahfizh-tahsin ketika setiap pagi kita. Walaupun sepertinya kebahagiaan seorang ayah terasa belum sempurna. Akupun bertanya-tanya apa sebenarnya lubang yang akan mengisinya.
Apa itu karena tidak hadirnya seseorang yang dipanggil bunda?


Khair
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 comments:

Post a Comment