Kamu adalah apa
yang selalu aku tulis. Dan aku adalah apa yang tak pernah kamu baca. Mungkin menyenangkan
bagimu untuk dipuja-puji selalu. Tapi kupikir aku sakit hati telah sempat menaruhkan
harapan padamu, seorang manusia tanpa daya. Kamu boleh bangga karena akulah
yang dulu menyukaimu. Aku berpesan kalau nanti rasa sukaku tak sebesar hari ini,
itu bukan karena kamu tak tipe aku lagi, bisa jadi karena aku bosan atau apa
yang kucari telah aku dapatkan. Jadi tak ada kepentinganku lagi.
Karena sudah
sepi, malam berbisik padaku. “Jangan sampai sakit ya, angin malam berbahaya,”
katanya, “dia sedang terlelap di sana. Tapi sebentar lagi sepertinya dia akan
bangun untuk shalat. Biasanya begitu.”
“Oh.” Sahutku. Kujawab
saja apa adanya. Toh di pikiranku sudah menghilang wajahmu. Nama yang terpahat
kuat di hatikupun telah lenyap.
Kita memang
butuh waktu untuk berpikir. Sudah sangat lama sekali kumulai pengembaraan
istikharah dan diskusi dengan banyak orang tua. Hasilnya mereka semua setuju
pada seseorang yang berani mengabdi pada Ilahi dan mau mencoba gelombang hidup yang
lebih menantang daripada sebelumnya.
Kamu bebas
berpikir sesukamu. Pikirkan apa saja yang membuatmu lega. Bahkan jika kamu
ingin berkhayal kemana-mana, terserah.
Yang mestinya
kamu tahu bahwa lelaki itu sangat sulit memantapkan pilihan. Kalau sudah siap, dia
tak akan mendayu-dayu. Karena setelah dewasa, dia akan sadar berapa banyak
tanggung jawab yang harus dipikul olehnya. Aku tak melulu membahas tentang
cinta, ia hanya sebagian kecil yang akan mengisi hidup kita. Ridha Allah,
inilah target perburuan seumur hidup kita. Kh//
0 comments:
Post a Comment