Maka setiap kita pun sudah pernah merasakan. Tahu-tahu semua
ingatan tentang dia, mengubah perasaan. Di saat sendirian atau berdua-duaan
bahkan di tengah keramaian, seakan-akan ia selalu di hadapan. Dan ketahuilah
tidak ada yang namanya ‘cinta tumbuh karena kebetulan’. Ia ditanam dari bibit
pertemuan. Meninggi dan bercabang-cabang karena wajah yang didambakan. Kemudian
berbunga dan berbuah ranum setelah melalui akad suci pernikahan.
Teruntuk kamu yang tengah dilanda cinta;
Bukankah menunggu adalah apa yang sedang kamu lakukan? Tapi
ingat, ini tak akan –bahkan tak bisa- bertahan lama. Hanya beberapa waktu.
Hingga ketika saatnya tiba, mau tidak mau, suka tidak suka, kamu dan dia harus
berlalu –melanjutkan hidup dengan membuka lembaran baru.
Sadarkah kamu, bahwa seringkali bertemu bisa-bisa membuat
kita tak lagi merasakan rindu? Tentang semua yang ada pada makhluq sepertimu
dan tentang Dia yang Mahapencemburu. Ini karena kurasa lebih mengganggu
kalau-kalau hanya kamu yang selalu mendebarkan hatiku. Maka biarkan ia sepi dahulu.
Maka beri aku kesempatan untuk tidak terus menerus memikirkanmu. Maka izinkan
aku kembali merajut kasih bersama Rabb-ku.
Haruskah kukatakan kalau cinta bisa membangkitkan ghirah yang tertimbun dalam-dalam
sekaligus dapat membunuh ibadahmu diam-diam? Karena itu, berhati-hatilah.
Pilihlah.
Tidak perlu terburu-buru. Apalagi urusan perasaan. Karena jikalau itu memang spesial, menunggu lama sekalipun itu tetap berharga.Tidak perlu cemas atau takut. Apalagi dalam urusan perasaan. Karena jikalau itu memang sejati, kita takkan cemas walau sesenti, sejauh apapun pergi, dia akan kembali.
Teruntuk kamu;
Ini bukan tentang sufi yang membumbungkan cinta mereka hanya
pada Rabbi. Bukan tentang budak pada tuannya yang hanya boleh menghambakan
diri. Juga bukan tentang kekasih yang buta mata hingga hati lalu mencintaimu
setengah mati.
Yang ingin kukatakan adalah..
Seberapa berhargakah pertemuan itu kalau boleh memilih
bertemu dengan-Nya?
Sebahagia apakah kalau gara-gara itu aku tidak boleh bersama
beliau –Shalallahu ‘alayhi wa sallam-
kelak di surga?
Sepasti manakah dibanding kematian yang hadir tiba-tiba?
Apakah seceria amal shalih yang terjaga atau maksiat-murka yang sudah pasti
kena siksa?
Demikianlah kasih. Bukan karena aku ini lelaki yang pandai
merayu dan merangkai kata untukmu, tapi karena aku tak ingin melangkah lebih
jauh hingga membayang-bayang wajahmu dalam ibadahku.
Pun bukan aku ini lelaki yang suka mengobral janji, tapi
hanya orang-orang di luar sana yang keliru menyimpulkan sendiri. Aku tak pernah
mengatakan apapun untuk ini. Tak sekalipun berjanji-janji pada yang bukan
mahramku meski lewat isyarat hati.
Kecuali kamu. Yang nantinya kuketemui lewat wali. Maka
sekali lagi, jangan percaya padaku kalau aku yang menemu –berbincang langsung
padamu. Kecuali kamu, yang kita melalui murabbi –sebagai perantara dan tak
pernah melewati batas syara’.
Alhamdulillah..
Khair | Birth-month | Rainy-day
0 comments:
Post a Comment