Aku berlindung dari godaan ‘cinta yang terkutuk’



Kita tidak tahu kapan hati akan tergelincir. Iakah yang sengaja jatuh cinta atau ia tidak sengaja dijatuh-cintakan. Mungkin bahkan cinta yang lama terpendam, kini makin meredam –diam, tapi mungkin pula makin membara –berkobar-kobar.

Tentang rasa suka, bahagia, dan rasa-rasa yang mendebar ketika mengenang wajahnya, aku memohon perlindungan pada-Nya.

Tentang obrolan, cerita bersama, dan perjumpaan-perjumpaan yang begitu dinanti hingga tak bisa tidur di malam hari, aku meminta bantuan pada-Nya untuk menyingkirkan itu semua.

Tentang bersentuhan, bertemu hingga berduaan, aku mengemis dengan sangat pada-Nya agar tidak pernah membesitkan hal demikian dalam pikiran. Agar tak sekalipun terbesit untuk dilakukan.

Tentang berpoto, jalan-jalan, sampai mesra-mesraan, aku menangis sejadi-jadinya agar terjauhi hal ini dari hati. Agar tak sekalipun hal ini melintas di hati.

Tentang angan-angan dan keinginan untuk mengajakmu berpacaran –sedang kamu belum halal bagiku, aku menghiba pada-Nya untuk menghilangkannya. Aku tak sekejam itu. Tak sekejam itu untuk menjadi belenggu.
 


Inni akhofullah!
Aku takut pada (murka) Tuhanku!






Karena tidak ada manusia yang bisa menjamin sejauh mana ketergelincirannya. Hanya di duniakah atau hingga ke neraka?

Jika kita jatuh cinta, kuharap saat ini cukup berdiam saja. Tak perlu diungkapkan kepadanya. Tak usah dinyatakan kalau hanya ingin berpacaran –menyengsarakan.

Maka mari bersabar, sampai nantinya dipertemukan. Bila tidak demikian, setidaknya sudah kukatakan untuk tidak menungguku. Kamu tentu boleh menerima seseorang yang shalih, tidak sepertiku.
Karena kita tidak pernah saling menunggu, maka biarkan Allah yang nantinya mengatur jadwal aku dan kamu.

Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 comments:

Post a Comment