Namamu
menjadi daya tarik tersendiri untuk membuatku bersemangat. Hadirmu menjadi
kecerian saatku sendiri. Keberadaanmu menjadi hal yang ajaib bagiku, karena
meski kita tak berdekatan tapi aku yakinkan kalau aku selalu memperhatikan.
Raga kita yang berjauhan dan suara yang jarang membuat sapaan menjadi bukti
karena perasaan yang muncul ini dari alasan yang suci. Aku tidak bisa menjadi
fitnah. Fitnah ketika kita berjumpa lalu saling salah tingkah karena sudah
mengetahui keberadaan cinta. Fitnah ketika hanya aku yang menaruh hati
sedangkan kamu hanya simpati. Fitnah yang menganggu keseharianmu karena harus
merasa bersalah atas menjatuh-cintakan aku. Fitnah yang terasa begitu
mengganggu seiring datangnya bimbang karena perasaanku padamu. Fitnah yang akan
memberatkan kamu untuk berusaha menghilang dari pandanganku. Fitnah ketika
perjumpaan menjelma menjadi kepura-puraan dan obrolan menjadi keterpaksaan.
Kalau
kamu cinta, bukan berarti kita harus berjumpa. Juga bukan berarti kita selalu
berjalan dan duduk bersama. Meski getaran di dada terasa begitu bergemuruh
ketika terdengar namamu yang diucapkan, tapi sayangnya keberadaan hal ini bukan
yang semestinya.
Kalau
kita saling mencinta dan banyak alasan yang menjadikan pemicu kemunculannya. Cuma
bagiku, kita adalah anak manusia yang memiliki kecenderungan yang sama untuk
mendamba kebahagiaan, karena itu pula bagiku bahagia adalah ketika Allah ridha,
ketika Dia menjadi begitu dekat dan mesra. Yang ketika kita bersama, kita
mencintai Allah dan Dia menambah cinta. Yaitu kita membina kebahagian untuk
kehidupan akhirat bersama.
Lalu
jika aku atau kamu belum bisa menjadi ‘kita’ dan cinta kini menjadi beban serta
duka yang semakin menyesakkan, maka luruskan niatnya, bersihkan ikhtiarnya,
juga rutin dan mesra mendekat dalam zikir kepada-Nya. Karena cinta bukan di
dada, ia bersemayam di doa. Karena kata-katamu yang membumi, diterbangkannya
saat kita memandang langit yang sama. Meski kamu berada di sana, jauh di mata
dekat di doa.
0 comments:
Post a Comment