Nasi goreng vs RM lapang dada



Baru beberapa jam lalu pertempuran yang lumayan sangit – eh sengit- itu berakhir. Ditutup dengan beberapa bungkus nasi goreng oleh RM lapang dada dan azan subuh oleh BKM axis. Kebetulan kali ini mahasiswa/i KKL tepetepe-nya sedang tidak bergairah, jadi mereka yang mengawali tapi bukan mereka yang mengakhiri.
Mungkin jika tak diceritakan secara runtut, kita takkan paham apa maksud hati hendak berlayar(?)
Sebuah acara dalam rangka syiar islam, dakwah, dan silaturahim ummat bagi Batang Kuis dan sekitarnya memulai kisah. Asal muasalnya dikarenakan sang ketua RM ini (kadang sok) sibuk, maka dengan mengharapkan ridha Allah –insyaa Allah- terselenggaralah dengan akad RM sebagai pendamping kegiatan saja; siapa yang mau saja (read: hukumnya sunnah). Namun sebelum berbicara peristiwa di hari H, tanpa terduga terjadi pengingkaran  janji meski tak seutuhnya. Terjadi sedikit tragedi perubahan kesepakatan. Lalu hasilnya –wallahu a’lam.
Pembahasan kali ini tidak terfokus pada kesalahan pribadi, kelompok, atau keadaan. Kita ingin mencoba berpikir lebih jernih, lebih dalam, lebih tenang dari sebelumnya -tertidur-. Kita ingin mencoba berpikir dari seluruh sudut pandang sumber informasi yang kita rujuk. Kita ingin mencoba bersikap dan berpikir bijak tanpa embel-embel perlawanan nasi goreng yang melempem ketika mendengar azan subuh.
Yang pertama, posisi sebagai remaja harus dan pasti dilalui oleh setiap anak Adam. Saya rasa tidak ada yang lebih bijak daripada sekumpulan orang-orang di acara ini dibanding pemimpin, pembina dan para aktivis intelektual di kalangan mereka. Di luar dari kisah hidup yang pernah mereka jalani, remaja tetaplah remaja! Mereka ya mereka! Kita tahu mereka semangatnya membara. Kita tahu mereka berkreativitas menembus batas. Kita tahu mereka bekerja dengan tenaga muda. Kita tahu itu. Namun tidak jarang mereka harus lapang dada dan gigit jari ketika semangat, kreativitas, dan pekerjaan mereka dikekang. Diorotiteri. Diketiaki.
However, mereka sedang dalam masa pembelajaran. Hidup adalah belajar! Sekali lagi hidup adalah belajar! Lalu kenapa manusia selalu menuntut kesempurnaan? Meski tak pernah diberi kepercayaan. Kenapa dimana-mana sama? Apanya yang perlu didudukkan? Cuma duduk 'kan? Hayuk..
Selanjutnya golongan mahasiswa. Duh kawan, seringkali saya berpikiran melihat ini terbesit ‘kok bisa ya?’. Tapi di sini fokus kita bukan menceritakan kelemahan, maka izinkan saya menuliskan hikmahnya saja. Kita yang pernah merasakan saat-saat KKN, PPL, PKL, atau apalah itu namanya memiliki taste yang berbeda-beda. Tapi ‘kok bisa ya?’ kalian begini? Ah, sudahlah. Mahasiswa, swasta-negeri; dimanapun kita, di kampung orang ataupun di kampung sendiri; mari pandai-pandai membawa diri. Memang benar ini tak pernah masuk SKS atau praktikum, tapi takkah ini panen yang kita ambil dari proses mereka? Silaturahim, ramah-tamah, sederhana -menghilangkan gadget dari penglihatan masyarakat, ikhlas, murah senyum –tulus, dan semisalnya bukankah ini sebuah keharusan? Apa memang benar adanya perbedaan kuliah negeri atau swasta dengan keharusan ini? Awalnya saya sangka iya, tapi ternyata tidak. Dan setelah saya melihat kalian, saya mulai ragu lagi.
Ini adalah sesi terberat karena golongan akhir yang dibahas dari generasi yang tak lagi muda. Duh Pak, apalah yang mau awak bilang ya. Setidaknya saya pernah percaya kalau golongan ini sudah nian dewasa dan bijaksana. Semoga langgeng –aamiin. Cuma kalau boleh memberikan refleksi bagi mereka dan kita bila nanti akan tiba waktu tuanya, bijak bukan berarti berapa banyak buku yang kita baca, tapi seberapa banyak orang yang sudah kita baca. Ini zaman apa? Waktu itu sudah jam berapa? Lalu kita bersama siapa dan sedang dimana? Atau sejenis dengan itu. Meski di sini tidak menyinggung soal nasi goreng, over all, sebagai remaja yang menghormati dan meghargai, maka kami berusaha lapang dada.


Yang tertawan dadanya,


Khair


Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 comments:

Post a Comment