LALAP cinta


Sedikit dari kita yang menyadari bagaimana mengikatkan hati. Sedikit dari kita yang mengetahui bagaimana mengambil empati. Dan juga sedikit dari kita yang mengerti kalau setiap diri ingin diperhatii. Apakah ini sebuah ilmu, kepribadian, atau bakat? Ah, siapa yang tahu pasti? Cuma analisis diri mencoba menguraikan meski tak rinci.
Asal mulanya ini terasa biasa saja. Saya rasa awal-awalnya pekerjaan adalah ini salah satu jenis keisengan. Salah satu sikap yang berjalan begitu saja; terjadi seadanya tanpa dikira-kira. Namun keberlangsungannya menjadi sebuah hasil eksperimen yang tak lagi berlabel ‘spekulasi’.
LALAP cinta. Asik cinta aja yang kudengar. Asik cinta aja yang kutengok. Asik cinta aja. Tapi! Seperti yang saya katakan di atas, energi dan emosi yang bernama ‘cinta’ ini sangat ampuh melunakkan dan menaklukkan dinding penghalang dalam sebuah ikatan. Terserah jika itu adalah ikatan keluarga, saudara, tetangga; tapi kali ini mari kita coba bahas tentang mereka yang kita sayang tapi tak jarang tertolak sayang -dengan highlight ‘cerai sebelum menikah’. Duh. Tragis memang kisah ini, tapi ini realitanya di sekeliling kita. Menyayangi sahabat dan prajurit di jalan dakwah memang sebuah energi dan emosi yang indah. Terlebih lagi bila menyentuh objek dakwah. Namun bagaimana bila seperti tadi? ‘Cerai sebelum menikah?’ Bah!
Jiwa kita masing-masing memiliki kecendurungan. Banyak yang berbeda. Tapi bukan berarti tak ada kecenderungan yang sama. Inilah saatnya membocorkan hasil eksperimen beberapa saat lalu. Kenyataannya, energi dan emosi yang bernama cinta -dan lagi-lagi lalap cinta- ini berhasil menyatukan kecenderungan mereka semua. Hasil dari ini sebenarnya lebih luas daripada pengertiannya yang cukup sempit.
Anyway, seorang pecinta bukanlah pendosa. Seorang pecinta bukanlah abnormal. Wajar. Fitrah. Yang tak benar adalah ketika kita yang memiliki orang-orang tersayang tak tahu kondisi hati mereka, kondisi emosi mereka. Bagaimana diri ini disebut sahabat? Disebut seperjuangan? Kawan, sudah pernah saya katakan hidup ini tak se-instan itu!
Setiap kita merasa bahagia ketika didengarkan. Senang ketika disimak. Bukankah ini benar? Setiap kita butuh tempat mengadu? Butuh catatan harian untuk bercerita? Butuh orang-orang yang bisa mendengarkan kita? Maka apa lagi alasan untuk tak menjadi pendengar yang baik? Menjadi seseorang yang setia dan menggunakan nurani untuk mendekatkan hati ini? Mencoba posisikan diri untuk menjadi orang yang paling berharga bagi mereka karena selalu di sisi?
LALAP cinta. Frasa ini bermakna sangat muak. Capek. Penat. Tentu saja ini dampak ketika sudah keterlaluan dan berlebihan. Tapi cobalah bersabar karena kita diciptakan, dipertemukan, dan direkatkan karena dia juga. Cobalah memahami jika perasaannya tak pernah bicara padamu, kau bukanlah sahabatnya! Kau bukanlah orang yang bisa ia percaya!! Kau bukanlah seseorang yang ia anggap istimewa!!! Kau biasa saja baginya!!!! Datar saja.
Setiap kita butuh wadah curhat. Jika sudah terbiasa dengan Dia yang Mahamendengar dan Mahasegala, mungkin lega itu juga tak seutuhnya hadir. Beberapa kali kita pernah merasakan itu. Dan meskipun saya adalah orang satu-satunya yang tak punya sahabat cerita, ini ada di konsep yang berbeda.
Pahamilah, menjalin hubungan bukan dengan kalian yang cocok dengan saya, tapi diri ini mencocokkan diri dengan kalian. Sepertinya ia siap menjelma menjadi seribu wujud untuk mengikat hati kita. Meski tak pernah utuh. Takkan pernah sempurna. ‘Kan terus dicoba.


Yang tertawan cintanya,


Khair
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 comments:

Post a Comment