Serius artinya serius (kok)



Sore ini masih mendung. Walau dari pagi hujan tak jadi berkunjung, pun kita tersibukkan dengan zikir dan tilawah yang tak pula berujung. Sejauh tempat dimana kita berada, semoga lebih jauh yang nian Allah jagakan iffah dan izzah senantiasa.

Tidak ingin terlalu terlambat, aku meminta maaf padamu. Tentang apa dan bagaimana yang sedang kamu rasa, meski aku tak tahu rinciannya, tapi rasa-rasanya aku bisa sedikit memahaminya. Ah, menuruti rasa-rasa.

Kala senja tiba, aku memohon maaf kalau kamu tiba-tiba bersikap aneh dan tak seperti biasa. Lalu minta maaf lagi, karena ‘bisa jadi’ postingan ini disalah-artikan, dibuatkan pembenaran, atau menjadi sebar-sebaran harapan. Tidak. Sama sekali tidak. Maaf lagi nih, aku tidak pernah membuat sesuatu tanpa alasan. Lalu satu alasan untuk Allah dan Rasulnya demi kebermanfaatan terhadap sesama. Yang kedua, karena ini passion. Ataukah senang-senang. Atau mungkin prestise. Ah.

Memang benar kalau sejenis ini selalu hangat diperbincangkan bila bersamaku. Karena lillah, niatnya untuk membangun hubungan. Dalam rangka mengikat persaudaraan dalam iman.

Saat bercanda, maka aku bercanda. Mengenai siapa mereka, bagaimana caranya, sampai kenapa pulak rupanya, kalau dikemas dengan tawa yang gigiku terlihat karenanya, ya itu bercanda. Toh kalau canda ya canda.

Namun kalau cuma senyam-senyum saja. Niat hati sebenarnya ingin merahasiakan semuanya. Dan ketika terbuncah bahagia karena membicarakannya. Hingga catatan besar sudah mengikhtyarkannya. Ini mah serius. Kalau serius artinya serius.

Jika terang-terangan menyebut panggilannya tak membuatku malu, apa itu dianggap serius?

Di postingan tersebut-sebut entah nama siapa itu dan tak membuatku enggan, inikah serius?

Ah.

Bahkan karena tak ingin meragu, aku tak pernah menyebut nama meski pada Tuhanmu. Karena kita tahu, yang diminta bukan siapa. Tapi bagaimana dan kenapa. Lalu pada akhirnya untuk apa dan Lillahi ta’ala.
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 comments:

Post a Comment