“Kalau kebaikan belum bisa dipahami, maka cukup bagi kamu untuk
menghargai.”
Hijrah adalah sebuah perjalanan yang menenangkan,
menyenangkan, dan menganugerahkan keberkahan. Pada mulanya saya bingung ingin menonoton
film ini dengan siapa. Sampai suatu ketika pernah terbersit pikiran ingin
mengajak kamu. #Eh? Kita belum halal. Astaghfirullah.
Pun saya sebenarnya bingung karena kehadiran kamu belum tampak di hadapan. Hehe.
Misalnya kamu juga suka film ini, belum tentu kamu mengiyakan kalau aku mengajakmu.
Pasti tidak mau, karena kamu hanya bisa pergi dengan mahram atau
sahabat-sahabatmu. Tapi karena itu pulalah lelaki sepertiku akan setia padamu.
#Tsah. Baiklah, kita hentikan ke-baper-an ini.


Salah satu jalan sabar adalah untuk menjalani ketaatan. Bersabarlah!
“Pesan saya kepada anak-anak muda seperti dik Tika, ‘Kalau
kebaikan belum bisa dipahami, maka cukup bagi kamu untuk menghargai.’” Ujar Gagah
meneduhkan. Gadis yang sedang mendengarkannya tertegun. Saya pun. Seberapa keras
hati ini bila saya suatu saat nanti menolak kebaikan. Duh Allah, jangan-jangan
hati saya sudah mati.
Tit.. tit.. sms masuk. Innalillah,
saya lupa ngabari orang rumah, si Ayah. Sejak dahulu kala memang harus
seperti itu adanya, bila sekitar jam 10 belum ada di rumah, wajib ‘ain hukumnya memberi tahu
keberadaan semasing kami.
Lanjut, hidayah datang dari penjuru mana dan untuk siapa
saja. Allah yang memberikan karena di saat para hamba yang membutuhkan,
menginginkan, dan berbuat baik dalam kesungguhan. Bila Gagah tidak secara
langsung menjadi perantara hidayah ‘si adik manis’, kehadiran seorang pemuda
berbaju kotak-kotak yang bertausiyah dari bis ke bis sedikit demi sedikit dapat
meluluhkan hati yang tadinya menolak kebenaran. Jika dakwah kita tak berhasil di
dalam keluarga, mungkin orang-orang yang ada di sekitar kita. Maka bersabarlah,
maka berdoalah, maka berusahalah; bahwa dakwah tetap napas kita dimanapun
berada.
“Mas, namanya siapa?” tiba-tiba saya teringat scene sebuah film religi yang berlatar
di Mesir. Right! Tapi syukurlah kali
ini jawabannya bukan ‘Abdullah’, teriaknya dari bis, “Yu..” samar-samar. “Fi
Sabilillah.” Si gadis yang namanya Gita tergidik, “Fi Sabilillah?” Dia yang notabene-nya belum bisa menerima hijrah si
Mas, agak heran. Fi Sabilillah.. Fi Sabilillah… (nasyid backsong)
Dari sosok seorang Yudi, saya belajar bahwa diam dan senyum
dapat mengalahkan marah yang membumbung. Kesahajaan orang-orang baik -orang-orang
shalih tidak berkurang meski dicerca cacian, dilempari makian.

“Cinta mana yang akan pergi? Tidak ada! Ia tetap di sana. Hanya karena saya lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya bukan berarti kamu tak lagi saya cinta. Cinta itu tetap ada. Bismillah…”
www.flp.or.id | www.kmgpthemovie.com
0 comments:
Post a Comment