Setiap
diri kita yang memiliki segumpal daging di dada, pasti pernah merasakan
berbagai macam rasa. Kadang diwarnai bahagia, kadang ia dihadiri kabar duka. Sebenarnya
kehadiran mereka itu karena kita yang meminta, kita yang menyediakan tempatnya
di sana. Atas apa yang sedang dan akan terjadi, mereka adalah apa yang kita
undang di masa lalu. Meski beragam nama dan cerita tersimpan dalam-dalam di
sana, bukan berarti ia akan tersembunyi selamanya. Secara kasat mata, seluruh
nama-nama mereka akan muncul ke permukaan dan saling berbincang ria.
Bila
hati dirundung cemburu; siapapun yang mendekatimu membuatku makin layu; apapun
yang mengalihkanmu berhasil menjadikanku gelisah tak menentu; dan dimanapun
yang membuatmu jauh dariku selalu saja melibatkanku dalam ketegaran palsu.
Untuk
kamu yang sedang membaca ini, tolong simak baik-baik karena aku akan
mengatakannya sekali, “Kamu.. Membuatku dirundung cemburu adalah kesalahanku. Maaf,
melibatkanmu dalam perasaanku.”
Karena
dari awal akulah yang mengundangmu. Karena dari awal pertemuan kita memunculkan
emosi bernama kagum padamu. Karena dari awal aku lupa menjaga iffah sebagai sumber kekuatanku. Karena dari
awal sesiapa yang dirundung cemburu padahal ia belum halal bagiku, hanya menambah
malu karena bintang hanya bisa dilihat dari jauh -ia tampak indah dan bersinar-
tapi ketika didekati ia biasa saja –dan tak bisa disentuh.
Segumpal
daging yang tersimpan baik di dalam dada adalah tentang apa yang kita
investasikan dari setiap helaan napas. Apakah itu baik atau buruk, kita yang
mengarahkan, Allah yang meluruskan.
Ketahuilah,
dari dulu aku selalu dirundung cemburu padamu. Dari dulu. Hanya saja alhamdulillah-nya kecemburuanku padamu
kini membuncah candu. Ia bergelora karena ingin kamu selalu berada di sisiku. Mendengarkan
ceritamu membuatku semakin berlama-lama melepas rindu. Ketika kamu mendengarkan,
menjadikanku berharap semoga Allah limpahkan rahmat atasmu. Saat siang dan
malamku kini dihadiri lelaki-lelakiku yang cerah wajahnya, manis senyumnya,
ceria hari-harinya. Aku sengaja mengundang semua dari dirimu. Bagiku, bahagia
itu ketika kita saling berbagi hikmah lalu saling cemburu ketika menuju barisan terdepan saat azan terdengar. Kecemburuan
adalah saat indah dan istiqamah-nya tilawahmu
saat kutanya di sesi khabar kala tiap
sepekan sekali itu. Aku cemburu kala para lelakiku menjadi candu shalat berjamaah
dan menjatuh-hatikan dirinya di masjid. Rasanya semakin dirundung cemburu
ketika lelaki-lelakiku tumbuh dalam taat –hilang dari maksiat- dalam usia yang
semuda ini, dalam umur yang sebelia ini. Sungguh cemburuku tak terbendung lagi
ketika sibghah dan kasih sayang Allah
membersamai karena kedekatanmu.
Ikhtiarlah
diks..
Hidayah
itu Allah yang buat janji, tapi datang karena usaha yang kita beri. Cemburu dalam
taat dan cemburu untuk hilang dalam maksiat semakin menumbuhkan dirimu dalam
jiwa yang kuat serta ruh yang membersamai Sang Pemberi rahmat. Kata-katamu
menyentuh. Kehadiranmu ditunggu. Perilakumu menyamankan jiwa. Pandanganmu menenteramkan
dada.
“Senyum di wajahmu, yang basah oleh wudhu, adalah seiris surga yang tersiram madu. Melibatkan nama-namamu dalam doaku adalah bukti aku mencintaimu.”
Karena cemburu adalah tentang rasa apa yang bersemayam di dalam dada. Tempat dimana segumpal daging memimpin pasukan jiwa dan raga. Jika cemburu dariku adalah baik, semoga Allah memberikan kebaikan. Ini
adalah cemburu yang kupunya dengan harga yang tak berangka. Karena Allah;
berkumpul, belajar, khabar, doa, dan
berbagi cerita –semoga karena Allah pula nanti pada akhirnya.
Pendoa dari bilik cemburu,
Khair