Pada akhirnya, apa yang kita inginkan
kadang mesti ditunda untuk sementara waktu karena alasan tertentu. Apapun alasannya,
kita harus bisa meyakini diri kalau itu semua pasti karena suratan Ilahi. Sebuah
putusan yang tak bisa dihentikan walau milyaran orang menghadang. Sesuatu yang
tidak akan kita peroleh meski milayaran orang membantu mendapatkannya. Hak Allah.
Tidak lebih dan kurang.
Dan tentang berusaha, lagi-lagi Allah
sebagai Penentu tunggal terhadap hasilnya. Hanya Allah. Selalu Allah.
Aku gelisah. Perasaan manusiawi
yang menyergap hatiku tiba-tiba. Ada teman baikku, ada teman baikku, mereka
begini dan begitu. Aku gelisah. Tentang beberapa rasa yang melonjak di dada. Kupikir
sekarang aku menjadi pemalu untuk menceritakannya. Padahal dulunya mudah saja
menuliskan kalimat-kalimat yang kumasak bertahap dan kuhidangkan hangat-hangat.
Aku gelisah. Aku merasakan gejolak yang tak kutahu persis apa alasannya. Yang bahkan
kesibukanku pergi ini pulang itu – ngisi ini interview itu- tak berhasil, masih bersisa kerisauan itu, masih
bersarang di hatiku.
Maka kutulis sebuah cerita. Tanpa
pelaku dan tanpa kata-kata. Sebuah kisah
yang menambah kegelisahan, sebuah tanda tak hidup untuk berdebar-debarnya dada
yang tak karuan. Kutulis sebuah cerita yang tak memiliki isi tapi tetap
kutiupkan nyawa di dalamnya. Ia bernama ‘bukan pundak yang salah’. Aku menulis
dan semakin lama semakin kutulis cerita yang menyadarkanku bahwa kewajiban
lebih banyak daripada waktu yang tersedia. Betapa banyak hak orang-orang atas satu
orang ini. Sungguh kita harus memilih. Dan lagi-lagi pilihan itu hanya Allah. Selalu
Allah.
Aku gelisah, maka kutulis sebuah
cerita. Mungkin tentang sesuatu yang harus kukerjakan dulu dan hal-hal lain
yang kubiarkan berjalan mendekatiku. Sebuah niat untuk menjaga kesucian diri. Semoga
Allah perkenankan untuk memprioritaskan ini. Nanti. Dimana Allah t’lah restui
agar aku tak gelisah lagi.
Aku gelisah, mungkin suatu saat
nanti aku tak harus menulis sebuah cerita. Kupikir lebih baik kalau semasing
kita bertukar pengalaman seharian dari luar rumah. Tak perlu orang banyak untuk
menyimaknya.
Dan detik ini aku masih gelisah. Bercampur
aduk. Sakit- tak sakit. Layaknya memukul nyamuk di dalam kelambu. Di bawah
lampu redup pula. Aku tak tahu tepukanku tetap sasaran atau hanya menyisakan
rasa sakit di telapak tangan. Aku masih gelisah. Menjaga kesucian diri amatlah
susah.
Maka Ya Rabb, terhadap apa yang
Engkau anugerahkan di antara kebaikan dan itu menambah ketataan, mohon
turunkan, kabulkan, persatukan, restukan dengan limpahan keberkahan. Allahumma aamiin…
0 comments:
Post a Comment