Untuk para haters dimanapun anda berada




Pada suatu hari...
 
“Bang, gimana cara supaya kita ngga disepelekan orang-orang?”

“Yah buat diri jadi pantas untuk tidak disepelekan.”

“Caranya?”

“Banyak! Belajar salah satunya.”

“Belajar udah kok. Kadang dosen nyuruh praktik lapangan lagi.”

“Itu juga boleh. Tapi lebih oke lagi kalau belajarnya dari sosial bermasyarakat dan dari sistem berorganisasi. Ehm.. juga selalu dengar petuah dari orang-orang tua. Jangan pernah abai arahan mereka. Banyak lagi sih, yang penting sumber ilmu kita tetap Alquran dan Assunnah. Siapa nanti yang jadi perantara, kita terima aja.”

“Oh itu. Tapi saya orangnya suka nyantai dan ngga mau ribet.”

“Nah yang jadi pertanyaan, pantas ngga orang-orang yang suka nyantai (bukan pekerja keras) dan ngga mau ribet yang notabenenya ngga punya target itu disepelekan? Perumpaannya kayak kapas terbang, massanya kecil dan terombang-ambing (ngga punya pendirian).”

“Pantas sih.”

“Belajarlah dek betul-betul. Orang lain pacaran, kita sibuk ngejar cita-cita. Orang lain main-main tiap hari, kita belajar dan berlatih mengembangkan potensi diri. Orang lain ngurusin kejelekan orang-orang, kita harus perbaiki diri sendiri. Orang lain sering sepele sama orang yang lain, kita belajar dari setiap orang yang ada di sekitar kita. Pikiran sempit itu sakit, dek. Mari jadi positif deh!”

“Insyaallah, bang. Tapi kalau nanti orang itu masih sepele sama saya gimana?”

“Kalau semuanya udah kamu lakukan dan sikap mereka masih sama, nanti datang lagi.”

*satu semester kemudian*

“Orang yang sepele pasti udah beda. Yang dulu ngga sepele lagi, tapi orang-orang yang sekarang (di tempat yang baru) sepele sama kamu?

“Begitulah bang. Ngga ngerti sama manusia sekarang. Ada aja yang ngga genah.”

“Huss.. Ucapan juga mesti dijaga loh!”

“Bukan gitu bang. Gini, sebenarnya saya udah banyak kesana-kemari, amanah di sana-sini, nolong orang juga udah sering, belajar di organisasi atau kumpul-kumpul sama orang tua juga udah, tapi tetap aja ada yang ngga suka. Ada aja yang nyari-nyari kekurangan kita.”

“PR-nya dikit lagi itu kok, ikhlas –jangan pura-pura. Kamu harusnya ngelakuin itu semua yah ikhlas –jangan pura-pura. Tipis banget bedanya. Capek? Capek juga, tapi ngga dapat pahala terus perbaikan dirinya jadi ngga sempurna.”

“…”

“Orang yang ngga suka sama kita pasti ada, namanya juga manusia, kadang lebih mulia daripada malaikat dan kadang lebih hina dari iblis. Ngga usah heran. Yang penting pandangan Allah sama kita. Itu aja.”

“Iya, bang. Saya mesti belajar banyak lagi. Astaghfirullah.”

“Mantapkan diri agar tetap di dalam kebaikan, asal Allah cinta, selesai!”

“Kalau masih ada orang yang kekeuh (red: getol) banget ngga suka sama kita sampe sepele kalau kita kayak ngga tahu apa-apa dibuatnya, acuh dan ngga mau dengar apa kata kita, bahkan nyeritain kejelekan kita sama orang lain gimana?”

“Senyumin aja. Hehe.”

“Apa harus saya tunjukkan semua sertifikat dan piala yang ada di rumah saya supaya mereka tahu siapa saya sebenarnya.”

“Ngga usah. Ngga penting itu. Mereka akan tetap gitu, malah image kamu tambah negatif di pikiran orang itu (sombong banget, kata mereka). Biar nanti mereka tahu sendiri. Kamu ngga perlu nunjukin diri kalau serba bisa ini-itu. Mereka akan sadar sendiri perbandingan kualitas antara kamu dan mereka.
Ohya, kamu harusnya berterima kasih tuh. Karena orang itu selalu memikirkanmu di saat kamu tidak memikirkan mereka, harusnya kamu balas dengan mendoakan, ‘Semoga Allah segera tunjukkan kalau haq itu haq.’ Dan karena orang itu loh kamu tahu apa yang harus kamu perbaiki, meski mereka cermin kusam tapi kamu tetap dapat lihat kejelekan dari pandangan yang disampaikan mereka, kan?”

“Iya.”

“Udah, ngga usah panik. Senyumin aja.”

Save flight, ya bang.”

Wassalam. Wuss…
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 comments:

Post a Comment