Peraturan keempat dan tentang seorang Ratu



Menjadi seorang pria di tengah-tengah fitnah memang pengalaman yang luar biasa. Kadang terkenang duri, kadang terjepit omongan dari luar diri. Bagaimanapun detik berlari dan lalu, hidup ini tentang milik kita dan hanya Dia yang berhak memutuskan seperti apa kejadiannya. Saat menjadi seorang pria, kita melalui jalan-jalan yang berbeda. Meski pada pilihan yang sama, hasilnya bisa berbeda. Persis bila kita menaiki sepeda yang sama, tapi tiba-tiba ban milikmu pecah duluan, punya saya belakangan. Pria yang memilih opsi yang sama, belum berarti memiliki akhir yang sama.

Apalagi jika jiwa seorang pria berada di tengah-tengah para wanita. Dipertemukan dengan fitrah dan fitnah, berpisah hanya karena sebuah huruf ( r dan n ). Mungkin -kalau boleh mengarang, menurut saya bisa menjadi ‘r’ untuk Rabb; Mahapengatur anak manusia yang masuk ke dalam hidup kita, dan ‘n’ untuk nasehat; saat kesombongan dan kerendahan hati berada di persimpangan. Jika terlisan sebuah kelemah-lembutan, kehati-hatian; mungkin di hati menjadi kebanggaan, kesombongan. Ah, pelik memang hal yang satu ini. Apa yang menjadi pemicu kemunculannya, seringkali pria tidak mengetahuinya. Tapi yang pasti ada kaitannya dengan nasehat dari Rabb.

“Jika nanti bertemu dan momennya mengharuskan begitu, maka untuk siswa (laki-laki), silahkan salim (red: salaman, cium tangan) seperti biasa. Namun untuk siswi, mohon maaf karena tidak saya perkenankan.”

Artinya bila itu seorang perempuan, saya tidak perkenankan untuk bersentuhan.

Inilah saya. Ini solusi yang saya miliki.
Tapi memang karena pada dasarnya mereka adalah pembelajar. Berbudi pekerti yang terbentuk dari didikan hati. Tersentuh setelah diberikan pengertian penuh. Pria yang mengambil jalan ini mungkin banyak, maka izinkan saya untuk mengambil jalan yang sama, meski kita belum tahu hasilnya. Tapi yang saya yakini, hasil itu urusan Dia, saya berusaha untuk terus melibatkan-Nya.

Ketika saya tanya, mereka berkata, “Bukan muhrim, Pak.”

“Bapak masih punya wudhu.” “Karena bakteri, kayak yang di iklan sabun.. XD ”

“Takut dipelet, Pak. Hehe.”

Pria tersenyum. Dengan sepenuh cinta dan ruh yang bersemayam di jiwa, “Ratu di negara manapun mereka berada, itu tidak mudah menyentuh mereka. Barangkali hanya suami mereka saja. Keluarga dan sanak saudara mereka pun bersusah untuk salim padanya.

Bagi saya, kalian para perempuan itu lebih anggun dari pada para ratu. Lebih berharga daripadanya.”

Woww..

Berbelasan ruangan yang pria ini ampu, semua diberi respon yang mirip-mirip serupa.

“Dan jika ada seorang pria yang tak bermudah menyentuh wanita mana saja, sebenarnya ia sedang berusaha belajar untuk memahami arti ‘setia’. Baginya cukup satu saja. Baginya cukup hanya satu wanita saja yang berhak bersandar di bahunya.
Tentang arti setia, yang saya tahu bahwa mereka hanya ingin menjadi yang satu-satunya. Tidak menjadi yang kedua, ketiga, atau seterusnya.”

Fufufu..

Sepoi angin melelehkan hatimu. Hehe..


Dari bawah atap berwarna biru,

Khair
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 comments:

Post a Comment