Aku tengah duduk-duduk bersama buah berwarna hijau kesukaanmu sambil memikirkan ucapan apa yang tepat untuk mengungkapkan rasa syukurku. Bagaimana dan harus kumulai darimana agar aku bisa menceritakan betapa kasih sayang Allah melalui kamu itu begitu nyata. Betapa luar biasanya nikmat yang Dia beri hingga kita jangan sampai mendustakan itu semua. Sungguh tak ada satupun anugerah yang bisa kita dustakan.

Alhamdulillah.
Segala pujaan dan pujian hanya untuk Allah saja. Ungkapan inilah yang harusnya mengawali rasa takjubku karena kehadiranmu. Kebenaran yang menyadarkanku bahwa aku yang diberikan posisi untuk mendampingimu ternyata masih belum bisa kupercaya seutuhnya. Masih terasa seperti cita-cita. Namun setelah seringkali kudengar kamu memanggil panggilan untuk suamimu ini sebelum waktu subuh menjelang, sesering itu pula aku semakin yakin. Bahwa Allah telah memberikan keberuntungan untukku. Meski terkadang memegang tanganmu masih gemetaran, sekarang aku pun yakin bahwa kamu adalah anugerah terbaik yang datang karena Allah untukku.
Dik, kamu adalah pengejawantahan kebaikan-kebaikan yang Allah beri untuk hamba-Nya yang tak sempurna ini. Yang punya banyak celah dan salah. Banyak sekali kekurangan dan kelirunya. Hamba dengan segala kelemahan dan tiada daya tanpa-Nya. Aku paham benar bahwa aku bukanlah orang yang terbaik di kalangan para lelaki yang kamu kenal. Maka dari itu kesyukuranku semakin menjadi-jadi setelah Allah mengamanahkan kamu untuk menjadi istriku. Seseorang yang semoga selalu shalihah dan selalu mengingatkanku untuk bersyukur pada-Nya. Seseorang yang nyaris sempurna dalam membina hubungan sebagai upaya mencari berkah-Nya dan untuk menemukan pintu masuk ke syurga.
Alhamdulillah.
Kamu adalah amanah yang Allah hadiahkan di hidup dan matiku. Terima kasih wahai Allah telah menjadikan kamu sebagai pendampingku. Terima kasih untukmu telah menerimaku untuk memimpinmu.
Alhamdulillah bini’matihi tatimmushalihat  :)


Pukul dua lewat tiga belas menit, saya sedang menulis ini di teras bangunan yang kesepian ini. Orang-orang sudah pada tidur dan saya masih terjaga. Biasanya di saat-saat seperti ini saya ditemani obrolan-obrolan visioner dan diskusi tentang masa depan. Tapi biarkanlah kali ini saya hanya sendiri sambil diselimuti oleh kerinduan. Ah, entah kenapa saya selalu merindukan seseorang di saat menulis dan di saat sendiri. Apalagi jika saya sedang menulis sendirian. Dibumbui pula lagi karena terputar senandung ‘jauh di mata dekat di hati’.
Gombal kah?

Anak-anak tetaplah anak-anak, pada mereka melekat karakter khas anak-anak, setelah dipola sedemikian rupa pun. Mereka tetap polos, comel¸baik budi, lugu, patuh, manis, dan manja. Sebagai pembelajar, saya pun mulai membiasakan diri dengan mereka, apa yang dimau mereka, dan apa yang seharusnya dilakukan oleh mereka. Syukurlah ini membutuhkan waktu yang lama karena intensitas waktu akan berdampak kepada kelanggengan karakter yang ingin dibentuk pada diri mereka. Namun secara keseluruhan yang baru sedikit saya beri reaksi, kelembutan akan menimbulkan kepatuhan-kepatuhan yang menenangkan. Kelembutan memberi efek taat pada perintah dan taat menjauhi apa yang tidak diperbolehkan. Anak-anak yang shalih(ah) dan patuh adalah anugerah. Mereka juga menjadi penyejuk mata yang indah.
Saya terus belajar untuk hal yang satu ini dan hal lainnya. Sebagai bekal dan bahan belajar. Karena mengingat ketika kita sedang menyicil bahagia saat ini tersebab menjaga keberkahan yang masih terus dijaga agar selalu terjaga.
Begini rasanya ternyata menyicil bahagia itu. Dan saya yakin di antara orang-orang di luar sana tak banyak pula merasakannya. Ini kenikmatan, insyaallah.
Orang-orang hanya akan bertanya, kok begitu padahal begini? Kadang saya cuma gemes sendiri. Lebih sering senyum-senyum sendiri sih. Entah ini jadi indikasi apa.
Maka kita ucapkanlah syukur dan marilah selalu mengabdikan diri pada-Nya tanpa kenal henti.



Suatu hari kita pernah dihadapkan satu atau dua kejadian yang hadir silih berganti. Jika yang kita temui adalah cerita-cerita bergembira, tentu saja takkan ada di antara kita yang menolaknya. Tapi beda halnya dengan kabar sedih dan duka. Termasuk beberapa peristiwa yang mengharuskan kita bersabar tanpa batasan serta berdoa dengan sebanyak-banyaknya.

Orang bijak bilang bahwa setiap anak Adam memiliki jatah untuk gagal. Kita semua pernah dan pasti akan jumpa dengan banyak kegagalan. Alasan kenapa orang bijak mengatakan ini adalah agar setiap diri kita menyanjung diri, tidak mudah menyerah, dan tidak akan pernah berniat untuk berhenti. Maka selagi masih muda, mereka suruh untuk menghabiskan seluruh jatah itu. Sesegera dan sebanyak yang kita mampu. Agar tua nanti tidak terlalu banyak gagal lagi. Supaya ketika di usia renta, kita punya bekal pengalaman dari kegagalan di usia belia.

Kembali tentang topik di atas, benci. Saya sempat membenci beberapa proses yang tidak saya sukai selama ini. Saya sempat tidak ridha atas apa yang terjadi. Ketika waktu berdentang, beban terasa semakin berat, pikiran semakin sesak, fisik semakin sakit, dan semua unsur diri semakin jatuh. Saya sempat sangat tidak menikmati apa yang sering saya lakukan hanya karena hal ini. Saya sempat membenci makan karena ini. Bahkan saya sempat membenci alasan kenapa hidup berjalan seperti ini.
Tanggal tujuh bulan Agustus sudah menjadi saksi keberhasilan untuk menghilangkan kesempatan membenci. Benci itu dulu sekali. Hanya sempat. Dan sekarang tidak lagi. Bagi kita tentu diperbolehkan membenci apa saja atau siapa saja. Asal berdasarkan benci dan cinta karena Allah. Titik.

Bulan Agustus sebagai pertanda telah suksesnya saya melewati beberapa proses melelahkan tapi menantang . Dua pencapaian yang terlewat. Dua hal yang sempat saya benci juga. Tapi ternyata hasilnya terlihat bagus. Saya tersadar bahwa mau dibenci ataupun tidak, peristiwanya akan berjalan juga. Maka kedepan nanti, saya pilih saja yang sukai.

Sementara ada sekian proses yang masih terus dijalani. Awalnya juga saya benci. Tapi setelah belajar lagi, ternyata Allah memberi kebaikan dari setiap kejadian. Lalu saya katakan saja, “Selamat datang dan mari berproses.”

Oh, satu hal lagi, membenci ternyata menguras hati. Dan betapa beruntung sekali orang yang tidak menyimpan dendam di hati, senyumnya mengembang tanpa tumbang pilih, dan hidupnya selalu merasa cukup dengan apa yang Allah beri. Beruntung sekali orang-orang seperti ini.

Dan beruntung jika kita tidak gampang menduga-duga. Lebih berprasangka baik dan berpikiran hanya yang baik-baik.

Yang sempat benci namun kini menyukai,
Kh.


The Last Three Days

Kuhiadiahkan untuk kamu yang terus menunggu. Kamu harus tahu bahwa menunggu bukanlah pekerjaan yang abadi. Ada batas waktu. Ada estimasi berapa lama kamu harus menanti. Sebelum ada penyesalan karena kamu terlalu lama menghabiskan energi. Sebelum mengutuki diri sendiri karena menunggu yang tidak pasti.

Dengan waktu tiga hari terakhir ini, kusampaikan padamu sebuah pesan.

“Bersabarlah, mungkin kamu akan mendapatkan kabar gembira. Tapi aku bisa saja memberi berita duka yang beriringan bersama luka dan nestapa.”

Melalui perjalanan sepuluh malam terakhir di Ramadhan mubarak ini, saya beri jawaban dari hati atas petunjuk-Nya. Berharap tulisan ini menjadi ibadah amal jariyah, semoga kita berhasil mengetuk pintu lailatul qadr dan ia membukanya dengan sepenuh cinta.


Masjid Maryam Musammah , Malam ke 29 Ramadhan 1438 H



Unduh gratis dan baca selengkapnya "di sini". Semoga bermanfaat.


Seseorang tengah melamun di kesendirian
Memikirkan apa yang harus ia lakukan
Betapa sulitnya untuk menghargai kesempatan
Betapa peliknya agar tidak ada yang perlu dilewatkan

Pandangannya terlempar melihat burung bangau
Mereka terduduk bersama kesunyian di tepi danau
Pikiran melayang, hati galau
Bibir berhenti berucap, jiwa merasa risau

Mungkin akan lebih baik untuk mendahulukan
Siapa yang tercepat, dia akan dapat
Kalau lambat, mari terima resiko walau gelisah terus menghantui, gulana tertempel erat

Ia masih duduk dan tak berbuat apa-apa
Sebenarnya ia juga sedang menunggu hasilnya
Ia melakukan jalan terakhir yang dibisa
Lirih-lirih, perlahan, ia berdoa
Dengan pinta yang menghamba, sepenuh rasa ia luahkan semua

Wahai Tuhan,
Apa yang Engkau turunkan di antara kebaikan, hamba amat memerlukan.


Next PostNewer Posts Previous PostOlder Posts Home