“Bagaimana kita merasakan kehilangan padahal kita tidak pernah memilikinya?
Siang tadi, si adik
tarbiyah menemuiku. Kami banyak bercerita kembali setelah beberapa pekan
berpisah. Sebenarnya aku sudah tau akan berbicara apa. Sama halnya denganku,
kami tidak menyangka secepat itu seorang gadis memutuskan jiwanya dari dunia.
Akupun sebenarnya tidak pernah menduga sesingkat itu baktinya di dunia.
Duh, betapa pelik kalau
kuurai apa yang kaukatakan tadi, dik. Betapa sadisnya kalian terpisah ya? Itu
sebuah kalimatmu yang kutangkap.
Bukankah karena berbeda
dunia, kini kita bisa saling melepaskan?
Bukankah karena
berlainan tempat, ini adalah saat yang tepat untuk mengikhlaskan?
Bukankah kebaikan akan
turun setelah diri kita saling berbaikan?
Ada banyak kisah mulia di dunia ini. Selanjutnya kuceritakan hikmah di balik perjalanan menuju
pernikahan nabi Musa. Sejak beliau berdoa;
"Duhai Pencipta,
Pemberi rizqi, Pengatur urusan, dan Penguasaku; sesungguhnya aku terhadap apa
yang Kauturunkan di antara kebaikan amat memerlukan." (QS. Al-Qashash: 24)
Berdoa bukan mengatakan
apa yang kita pinta. Berdoa bukan menyatakan siapa yang kita cinta. Berdoa juga
bukan menyerukan siapa yang kita suka. Ia adalah cara kita mendekat rayu. Ia
adalah cara kita mesra menyatu. Lalu beliau dengan berlimpah keberkahan yang
menjumpai; tersembunyi aman dari pengejaran, mendapat rezeki dari pekerjaan,
dan menikah dalam kebahagiaan.
Kuceritakan juga dua
kisah nyata di sekeliling; seseorang yang kita sukai, menikah dengan teman kita
sendiri; dan seseorang yang kita sukai melepas diri dari kita sendiri. Sungguh
akan ada saat perasaan kehilangan datang. Ada yang hilang, ada yang datang;
kataku. Kau hanya perlu menunggu waktu, ketika ia mengobati dan menghilangkan
perasaan rindu.
Pernah kutegaskan! Bila
belum siap menikah, dilarang jatuh cinta. Ah mungkin realitanya ini tak
selamanya benar. Kita juga perlu ia untuk hidup. Tapi biarlah sekenanya saja.
Seadanya saja. Biasa-biasa saja.

Hanya saja jika aku
menjadi dirimu, aku iri pada si shalihah itu. Beruntungnya ia dipanggil dalam
tarbiyah dan ruhiyah di keadaan seperti ini. Beruntungnya ia ditempa kesulitan
dan penyakit yang pasti akan menghapus kesalahan serta di dekati oleh Allah lagi.
Beruntungnya ia karena lebih disayang Allah. Beruntungnya ia masih begitu muda
namun Allah sudah rindu untuk menemuinya. Beruntungnya dia. Oh.
Kataku mencari mereka
yang shalihah tak sesulit mencari pemuda yang rajin ke masjid! Ya ‘kan, dik? Hehe.
Kita sepakat dengan ini. Selanjutnya jalan kita masih panjang. Waktu kita masih
ada. Hidup kita masih dipenuhi kesempatan-kesempatan untuk bertaubat dan
mendekat. Ambil hikmahnya. Tangkap ibrahnya.
Barangkali benar bahwa
cinta kita tak harus memiliki, namun yang kita miliki harus kita cintai. Ya kita tidak
wajib menikahi seseorang yang kita cintai, hanya saja kita wajib mencintai seseorang
yang kita nikahi.
Barangkali benar Allah
menyimpan rahasia untuk kesucian yang mulai memudar pesonanya. Mulai menjauh di
sisi-Nya. Barangkali Allah cemburu dan tak ingin diduakan di ibadah-ibadahmu.
Barangkali bukan
seperti yang kau nyatakan ‘dipisahkan
secara sadis’, kita hanya perlu mendekat, melihat, meresap nikmat. Kita terlalu
lama merajut rindu hingga hatipun semakin mencetak semu, lalu kisahnya berakhir
dalam sedih-sendu. Di satu titik, usia dan umur kita berbicara itu hal yang wajar.
Hanya kita perlu lagi membaca kisah cinta para shalihin dan shalihat terdahulu.
Adakah cinta manis seperti kisah dirimu itu, adikku?
dari adikku yang tak pernah bisa menemuimu meski sekali dik
Yang tertawan hatinya,
Khair
mantap
ReplyDeleteapa yg mantap zi? :D
Delete