Malu bertanya -nggak- sesat di jalan



Sejak beberapa tahun lalu, aku sebenarnya sudah tersesat. Tersesat di hatimu *uhukk

Pun telah terhitung sangat lama aku terus mencari-cari nama jalan sebagai arah tujuan, urutan dusun untuk kususuri tekun, serta desa apa agar walimu bisa kujumpa. Tapi sayang, iya sayang, aku agak malu. Tapi bukan hanya itu, kita ‘kan harus bersiap-siap dahulu. Semoga Allah masih memberi sedikit waktu. Kiranya kita dapat bertemu dan menyatu dalam cinta dari Sang Mahasatu.

Well, cukup bapernya. Hehe.

Kemanapun kita pergi, dimana kita berada kini, tidak mustahil  untuk mendatangi tujuan perjalanan. Bahkan jika di tengah-tengah belantara, selagi ada tempat bertanya, kenapa tidak menghampirinya? Niscaya kena bertemu jalan keluar di sana. Apalagi kalau teresesat di kota? Ah, tidak perlu dijawab.

Tapi faktanya, daripada itu semua, penghalang untuk melakukannya adalah malu. Penghambat ketika akan memulainya adalah malu. Sebenarya boleh malu-malu, asal nggak malu yang dibuat-buat dan berlebihan, lebai. Akhirnya mutar-mutar tak tentu –persis seperti sedang diberi harapan palsu, jadinya lemas brai.

Apa yang harus membuat kamu malu bertanya?

Toh, kalau dia jawab terima, alhamdulillah -atau ditolak, ya nggak pa-pa *pemabahasan macam apa ini?

Kenapa kamu malu untuk memulai datang padanya dan bertegur sapa kemudian nantinya menanya?

Tidak harus lelaki yang mengawali, perempuan pun memiliki potensi. Katakan saja maksud hatimu dan tanya pendapatnya. *Hem?

Lalu yang selanjutnya, bagaimana cara berbicara pada pandangan pertama?

Katakan saja! Uhibbuka fillah!
*hadeuh, bukan itu! Maksudnya ucapkan salam, permisi, dan terima kasih.

Kita tidak perlu malu untuk bertanya selagi tak mengundang dosa. Malu bertanya tidak ada bagiannya dalam neraka. Kenapa kita malu? Mungkin karena dia sayang kamu *buset

Demikian penjelasan. Apapun itu kita tak perlu ragu untuk bertanya arah tujuan. Nggak perlu malu agar tak sesat di jalan.
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

2 comments: