Kita dalam perjalanan waktu yang belum terlalu panjang
Sejauh mata memandang, dan
saya terus senyum-senyum sendiri
Kini, di langit tampak; merpati terbang
Berduyun-duyun -berpasang-pasang, mesra memuji kekasih hati
Kami sedang dalam ujian, adik-adik tingkat tiga ada di depan –kamu sedang membaca ini ‘kan?

Adakah kerinduan yang tersimpan dalam-dalam, diam-diam?
Tolong titipkan pada angin, perlahan-lahan –berbisikan

Tahukah? Kata ikhwaku, lelaki itu suka seorang yang malu-malu dan,

Ini saat akan hujan dimana saya(ng) merindukan pulang
menjelang perasaan dan kedalaman hati yang selalu terdoakan

*
tak berbilang hari, bagaimana mengatakan
Bahwa kita yang bergotong-royong sungguh saya butuhkan
Sungguh memohon pertolongan Tuhan

Sejak kapan kita mulai kesungguhan perjuangan –pengorbanan?
Tidak ada yang bisa memberikan jaminan ketepatan

Semisal hari ini, 9 matahari setelah duapuluh februari –yang hanya datang empat tahun sekali
Masihkah kita bersama dalam jenjang keberkahan atau didahului kematian;
Yang saya(ng) tahu, terus ikhtiar dalam melibatkan Allah karena berjuang menghalalkan

Khair, 29 | 2 | 2016      




Bercerita tentang isi kepala yang tak mampu orang lain baca
Cinta dimulai sejak mula
Meski saat mata tak saling menatap saja, ia mendatangi tiba-tiba
Walau pertemuan yang kadang-kadang, cinta tetap bersemayam dalam dada, doa

Aku,
pagi ini ada seorang pemuda yang keluar kala fajar tiba; mencari nafkah
siangnya ia pulang membawa lelah
ketika melihat kamu tak ada di rumah, sorenya ia gelisah
bahkan kini sudah beberapa hari kamu tak menyapa, ia ingin marah
tapi yang kuingat kembali, kamu bilang lagi; ini fillah!

Kamu,
apa ini yang orang-orang bilang sebagai rindu?
tapi kenapa terlampau gelisah karena khawatir terjadi sesuatu
sesuatu yang entah padamu atau padaku

Namun aku kembali
Kembali bekerja; untuk mencari bekal di dunia karena akhirat yang abadi

Dan pun kamu tak perlu khawatiri,
Khawatir pada rahmat-Nya, karena kamu telah beriman dan selalu taat-mengabdi diri

Kutulis ini untuk membahasakannya secara sederhana
Sesederhana angin sahdu yang menerbangkan rindu ke ujung kerundungmu

.....


“Sekarang siswa kita sudah menjadi rekan kerja!”

Sesiapa yang dulunya ‘care’ maka akan tetap sama. Ketulusan dan kasih sayang mereka –para pendidik- kita memang sulit terbilang dengan angka-angka. Tak pernah bisa impas dengan gaji di dunia semata. Meski hanya sebagian dari kita yang menyadarinya, tapi itu tak mempengaruhi kasih mereka dalam membina.

Bismillah..

Dan kini saya rindu teman-teman serta suasana saat sekolah di sana. Masuk ke dalam lingkungan yang sama dengan posisi yang berbeda –bukan lagi sebagai siswa, sukses mengembalikan memori yang indah-indah, yang bila dikenang takkan berhenti sudah.

Yang ingin saya katakan, saya rindu kalian teman-teman, karena Allah. Dimana dan sedang apa di sana? Semoga ridha Allah tetap diiringan langkah. Semoga niatnya tetap lurus hingga menjejak ke pintu surga. Semoga.. ah semoga..

Teman, di sini masih sama. Mereka memakai seragam yang sama. Rerumput di halaman yang warnanya sama. Juga masih musholla yang sama. Musholla, ya tempat kita biasa berkumpul bersama-sama. Kelas IPA juga masih sama. Kelas saat kita pernah menangis dan melepaskan duka bersama-sama.

Dimanapun kita berada, mari kembali merindukan malam-malam yang kita lewati bersama. Hingga kini, semoga malam-malam itu bertahan lama. Meski seminggu sekali saja, semoga di malam-malam lainnya kita merindukaan malam perjumpaan yang sama.

Saya menunggu kalian semua untuk berjumpa, karena Allah. Jika nanti tidak di surga, maka tolong pinta pada-Nya agar saya dikeluarkan dari neraka dan bersamamu dalam pelukan rahmat-Nya.

Dari lingkaran cinta,










Khair


Maka setiap kita pun sudah pernah merasakan. Tahu-tahu semua ingatan tentang dia, mengubah perasaan. Di saat sendirian atau berdua-duaan bahkan di tengah keramaian, seakan-akan ia selalu di hadapan. Dan ketahuilah tidak ada yang namanya ‘cinta tumbuh karena kebetulan’. Ia ditanam dari bibit pertemuan. Meninggi dan bercabang-cabang karena wajah yang didambakan. Kemudian berbunga dan berbuah ranum setelah melalui akad suci pernikahan.

Teruntuk kamu yang tengah dilanda cinta;

Bukankah menunggu adalah apa yang sedang kamu lakukan? Tapi ingat, ini tak akan –bahkan tak bisa- bertahan lama. Hanya beberapa waktu. Hingga ketika saatnya tiba, mau tidak mau, suka tidak suka, kamu dan dia harus berlalu –melanjutkan hidup dengan membuka lembaran baru.

Sadarkah kamu, bahwa seringkali bertemu bisa-bisa membuat kita tak lagi merasakan rindu? Tentang semua yang ada pada makhluq sepertimu dan tentang Dia yang Mahapencemburu. Ini karena kurasa lebih mengganggu kalau-kalau hanya kamu yang selalu mendebarkan hatiku. Maka biarkan ia sepi dahulu. Maka beri aku kesempatan untuk tidak terus menerus memikirkanmu. Maka izinkan aku kembali merajut kasih bersama Rabb-ku.

Haruskah kukatakan kalau cinta bisa membangkitkan ghirah yang tertimbun dalam-dalam sekaligus dapat membunuh ibadahmu diam-diam? Karena itu, berhati-hatilah. Pilihlah.


Tidak perlu terburu-buru. Apalagi urusan perasaan. Karena jikalau itu memang spesial, menunggu lama sekalipun itu tetap berharga.

Tidak perlu cemas atau takut. Apalagi dalam urusan perasaan. Karena jikalau itu memang sejati, kita takkan cemas walau sesenti, sejauh apapun pergi, dia akan kembali.


Teruntuk kamu;

Ini bukan tentang sufi yang membumbungkan cinta mereka hanya pada Rabbi. Bukan tentang budak pada tuannya yang hanya boleh menghambakan diri. Juga bukan tentang kekasih yang buta mata hingga hati lalu mencintaimu setengah mati.

Yang ingin kukatakan adalah..

Seberapa berhargakah pertemuan itu kalau boleh memilih bertemu dengan-Nya?

Sebahagia apakah kalau gara-gara itu aku tidak boleh bersama beliau –Shalallahu ‘alayhi wa sallam- kelak di surga?

Sepasti manakah dibanding kematian yang hadir tiba-tiba? Apakah seceria amal shalih yang terjaga atau maksiat-murka yang sudah pasti kena siksa?

Demikianlah kasih. Bukan karena aku ini lelaki yang pandai merayu dan merangkai kata untukmu, tapi karena aku tak ingin melangkah lebih jauh hingga membayang-bayang wajahmu dalam ibadahku.

Pun bukan aku ini lelaki yang suka mengobral janji, tapi hanya orang-orang di luar sana yang keliru menyimpulkan sendiri. Aku tak pernah mengatakan apapun untuk ini. Tak sekalipun berjanji-janji pada yang bukan mahramku meski lewat isyarat hati.

Kecuali kamu. Yang nantinya kuketemui lewat wali. Maka sekali lagi, jangan percaya padaku kalau aku yang menemu –berbincang langsung padamu. Kecuali kamu, yang kita melalui murabbi –sebagai perantara dan tak pernah melewati batas syara’.
Alhamdulillah..

Khair | Birth-month | Rainy-day


Sejak beberapa tahun lalu, aku sebenarnya sudah tersesat. Tersesat di hatimu *uhukk

Pun telah terhitung sangat lama aku terus mencari-cari nama jalan sebagai arah tujuan, urutan dusun untuk kususuri tekun, serta desa apa agar walimu bisa kujumpa. Tapi sayang, iya sayang, aku agak malu. Tapi bukan hanya itu, kita ‘kan harus bersiap-siap dahulu. Semoga Allah masih memberi sedikit waktu. Kiranya kita dapat bertemu dan menyatu dalam cinta dari Sang Mahasatu.

Well, cukup bapernya. Hehe.

Kemanapun kita pergi, dimana kita berada kini, tidak mustahil  untuk mendatangi tujuan perjalanan. Bahkan jika di tengah-tengah belantara, selagi ada tempat bertanya, kenapa tidak menghampirinya? Niscaya kena bertemu jalan keluar di sana. Apalagi kalau teresesat di kota? Ah, tidak perlu dijawab.

Tapi faktanya, daripada itu semua, penghalang untuk melakukannya adalah malu. Penghambat ketika akan memulainya adalah malu. Sebenarya boleh malu-malu, asal nggak malu yang dibuat-buat dan berlebihan, lebai. Akhirnya mutar-mutar tak tentu –persis seperti sedang diberi harapan palsu, jadinya lemas brai.

Apa yang harus membuat kamu malu bertanya?

Toh, kalau dia jawab terima, alhamdulillah -atau ditolak, ya nggak pa-pa *pemabahasan macam apa ini?

Kenapa kamu malu untuk memulai datang padanya dan bertegur sapa kemudian nantinya menanya?

Tidak harus lelaki yang mengawali, perempuan pun memiliki potensi. Katakan saja maksud hatimu dan tanya pendapatnya. *Hem?

Lalu yang selanjutnya, bagaimana cara berbicara pada pandangan pertama?

Katakan saja! Uhibbuka fillah!
*hadeuh, bukan itu! Maksudnya ucapkan salam, permisi, dan terima kasih.

Kita tidak perlu malu untuk bertanya selagi tak mengundang dosa. Malu bertanya tidak ada bagiannya dalam neraka. Kenapa kita malu? Mungkin karena dia sayang kamu *buset

Demikian penjelasan. Apapun itu kita tak perlu ragu untuk bertanya arah tujuan. Nggak perlu malu agar tak sesat di jalan.
Next PostNewer Posts Previous PostOlder Posts Home