Bercermin adalah tentang melihat siapa kita. Apa yang sekarang dipinjamkan oleh-Nya. Lalu mengenai seberapa banyak ikhtyar kita untuk mensyukurinya. Sesaat lalu pandangan di spion, banyak yang pergi dan tak lagi kembali. Kalaupun ia datang atau terjadi sesuatu lagi, semuanya telah berubah, tak sama. Tak ada jam yang jarumnya berbalik arah. Setiap yang lalu-lalu, selanjutnya tinggal ditebus, dimaafkan, diperbaiki. Dan tangan kita mulai menggapai lensa mata di atas meja. Setelah terpakaikan, segalanya terlihat jelas di hadapan. Yang samar, memberikan kejelasan. Yang kabur, kini tampak, tahu arah jalan.

Ketiganya berbahan sama. Satu persaudaraan tapi berbeda cerita. Kaca yang ada di sekitar kita. Tentang masa sekarang, yang lalu, atau di waktu yang akan datang, kisahnya berwarna-warna. Mengkilap gemerlap.

Di pintu musholla, tiba-tiba angin menerbangkan aroma yang tak asing. Heharuman ramadhan. Hiasan-hiasannya membuat pikiran tertawan. Apakah ini rindu yang sudah lama tertahan? Bisakah menemuinya di pengujung bulan yang kali-kali bergantian.

Malam pun hari Jumat. Al-Kahfi. Mentilawah -menahan rindu di hati.

Dalam hal ini, kita adalah orang-orang yang memantaskan diri. Mendoa untuk hari-hari yang istiqamah dan membaik lagi. Mengusahakan konsistensi. Mengadakan kebaikan-kebaikan hingga sepeninggal dunia nanti.

Kemudian tinggal meghitung hari, mereka dan kita menemui. Ini tentang memantaskan diri, siapa yang berusaha dan memulai dari dini, niscaya tak tertinggal seperti dulu-dulu lagi.

Cukuplah bagi kita bersia-sia. Tak usah lagilah membiasakan dengan yang tak bernilai dan berguna. Jika jalan di sepanjang pandangan itu panjang, memantaskan menjadi persiapan. Bekal sudah rapi bersiap-siap di pegangan. Entah itu ada halangan atau rintangan, semoga sudah tertempa selama kita berjalan.

Siapa yang lebih dahulu memulai, maka ia yang duluan sampai. Tentang tersusul atau menyusul, kita percaya bahwa yang tak instan –mampu bertahan.


Khair




“Kalau kebaikan belum bisa dipahami, maka cukup bagi kamu untuk menghargai.”

Hijrah adalah sebuah perjalanan yang menenangkan, menyenangkan, dan menganugerahkan keberkahan. Pada mulanya saya bingung ingin menonoton film ini dengan siapa. Sampai suatu ketika pernah terbersit pikiran ingin mengajak kamu. #Eh? Kita belum halal. Astaghfirullah. Pun saya sebenarnya bingung karena kehadiran kamu belum tampak di hadapan. Hehe. Misalnya kamu juga suka film ini, belum tentu kamu mengiyakan kalau aku mengajakmu. Pasti tidak mau, karena kamu hanya bisa pergi dengan mahram atau sahabat-sahabatmu. Tapi karena itu pulalah lelaki sepertiku akan setia padamu. #Tsah. Baiklah, kita hentikan ke-baper-an ini.

Selanjutnya, Alhamdulillah, Andre also known as Sadek selalu standby kalau diajak jalan. Kemana aja -asal itu positif, terlebih yang bisa mendapatkan manfaat dan pahala. Insyaa Allah, beliau adalah pemuda shalih yang hati dan fisiknya memancarkan cahaya dari surga. Meski saudara se-liqo yang lain qadarullah punya keperluan masing-masing, maka kami pergi berdua. Dan terharap Allah kokohkan ikatan persaudaran dalam iman ini untuk mencintai-Nya dan saling mencintai karena-Nya.

Saya simak dan menghayatnya dalam kejernihan harapan. Semoga Allah ilhamkan sibghah, istiqamah, dan kalem dari film ini. Lalu film ini akan selalu berhasil mengingatkan siapa saja yang telah berubah. Sesiapa yang kini sudah berbeda. Yang sudah berhijrah menuju fitrah –menginginkan dirinya dinaungi Allah hingga di hari pertemuan dengan-Nya. Maka seluruh keluarga, teman sepergaulan, dan kali ini Gita –adik Gagah yang bersikeras kepala tak terima perubahan baik yang terjadi pada Mas-nya. Dan saya bersyukur tidak diperlihatkan reka kejadian mengenai seseorang yang ditentang keluarga dengan sumpah serapah, ditendang sepeda motor saat hendak pergi liqo’, atau bersitegang dengan sang ayah hingga hampir baku hantam. Serta semisal dengan itu semua, itupun mungkin akan ada yang lebih berat ujiannya. Ini selalu berhasil mengingatkan saya betapa mahalnya nikmat yang Allah beri. Menasehati saya bahwa mengarungi diri di jalan lurus-Nya penuh onak duri.

Salah satu jalan sabar adalah untuk menjalani ketaatan. Bersabarlah!

“Pesan saya kepada anak-anak muda seperti dik Tika, ‘Kalau kebaikan belum bisa dipahami, maka cukup bagi kamu untuk menghargai.’” Ujar Gagah meneduhkan. Gadis yang sedang mendengarkannya tertegun. Saya pun. Seberapa keras hati ini bila saya suatu saat nanti menolak kebaikan. Duh Allah, jangan-jangan hati saya sudah mati.

Tit.. tit.. sms masuk. Innalillah, saya lupa ngabari orang rumah, si Ayah. Sejak dahulu kala memang harus seperti itu adanya, bila sekitar jam 10 belum ada di rumah, wajib ‘ain hukumnya memberi tahu keberadaan semasing kami.

Lanjut, hidayah datang dari penjuru mana dan untuk siapa saja. Allah yang memberikan karena di saat para hamba yang membutuhkan, menginginkan, dan berbuat baik dalam kesungguhan. Bila Gagah tidak secara langsung menjadi perantara hidayah ‘si adik manis’, kehadiran seorang pemuda berbaju kotak-kotak yang bertausiyah dari bis ke bis sedikit demi sedikit dapat meluluhkan hati yang tadinya menolak kebenaran. Jika dakwah kita tak berhasil di dalam keluarga, mungkin orang-orang yang ada di sekitar kita. Maka bersabarlah, maka berdoalah, maka berusahalah; bahwa dakwah tetap napas kita dimanapun berada.

“Mas, namanya siapa?” tiba-tiba saya teringat scene sebuah film religi yang berlatar di Mesir. Right! Tapi syukurlah kali ini jawabannya bukan ‘Abdullah’, teriaknya dari bis, “Yu..” samar-samar. “Fi Sabilillah.” Si gadis yang namanya Gita tergidik, “Fi Sabilillah?” Dia yang notabene-nya belum bisa menerima hijrah si Mas, agak heran. Fi Sabilillah.. Fi Sabilillah… (nasyid backsong)

Dari sosok seorang Yudi, saya belajar bahwa diam dan senyum dapat mengalahkan marah yang membumbung. Kesahajaan orang-orang baik -orang-orang shalih tidak berkurang meski dicerca cacian, dilempari makian.

Pada akhirnya, kemanapun Mas Gagah pergi –Mas Khair pergi, hanya Allah tempat kembali. Muaranya hanya Dia, tak ada yang menandingi-Nya. Maka mari pergi menuju keridhaan-Nya, berharap sayang dalam lindungan-Nya, bertakut hati dari azab dan murka-Nya, mengarungi perjalanan dunia dengan bismillah serta niat menemui-Nya dengan husnul khatimah.


“Cinta mana yang akan pergi? Tidak ada! Ia tetap di sana. Hanya karena saya lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya bukan berarti kamu tak lagi saya cinta. Cinta itu tetap ada. Bismillah…

www.flp.or.id   |    www.kmgpthemovie.com


Sore ini masih mendung. Walau dari pagi hujan tak jadi berkunjung, pun kita tersibukkan dengan zikir dan tilawah yang tak pula berujung. Sejauh tempat dimana kita berada, semoga lebih jauh yang nian Allah jagakan iffah dan izzah senantiasa.

Tidak ingin terlalu terlambat, aku meminta maaf padamu. Tentang apa dan bagaimana yang sedang kamu rasa, meski aku tak tahu rinciannya, tapi rasa-rasanya aku bisa sedikit memahaminya. Ah, menuruti rasa-rasa.

Kala senja tiba, aku memohon maaf kalau kamu tiba-tiba bersikap aneh dan tak seperti biasa. Lalu minta maaf lagi, karena ‘bisa jadi’ postingan ini disalah-artikan, dibuatkan pembenaran, atau menjadi sebar-sebaran harapan. Tidak. Sama sekali tidak. Maaf lagi nih, aku tidak pernah membuat sesuatu tanpa alasan. Lalu satu alasan untuk Allah dan Rasulnya demi kebermanfaatan terhadap sesama. Yang kedua, karena ini passion. Ataukah senang-senang. Atau mungkin prestise. Ah.

Memang benar kalau sejenis ini selalu hangat diperbincangkan bila bersamaku. Karena lillah, niatnya untuk membangun hubungan. Dalam rangka mengikat persaudaraan dalam iman.

Saat bercanda, maka aku bercanda. Mengenai siapa mereka, bagaimana caranya, sampai kenapa pulak rupanya, kalau dikemas dengan tawa yang gigiku terlihat karenanya, ya itu bercanda. Toh kalau canda ya canda.

Namun kalau cuma senyam-senyum saja. Niat hati sebenarnya ingin merahasiakan semuanya. Dan ketika terbuncah bahagia karena membicarakannya. Hingga catatan besar sudah mengikhtyarkannya. Ini mah serius. Kalau serius artinya serius.

Jika terang-terangan menyebut panggilannya tak membuatku malu, apa itu dianggap serius?

Di postingan tersebut-sebut entah nama siapa itu dan tak membuatku enggan, inikah serius?

Ah.

Bahkan karena tak ingin meragu, aku tak pernah menyebut nama meski pada Tuhanmu. Karena kita tahu, yang diminta bukan siapa. Tapi bagaimana dan kenapa. Lalu pada akhirnya untuk apa dan Lillahi ta’ala.


Kita tahu kalau masing-masing kisah yang pernah tercerita tak ada yang sempurna. Kadang rasa sedih yang berlebihan, kadang kesuka-suka yang keterlaluan. Kerap mengalami sepi dan  keramaian yang sebenarnya kita undang. Kadang Allah beri bumbu yang indah dan barakah, inilah yang mendekatinya, mendekati apa itu sempurna.

Suatu waktu, reranting pohon kuini terbaring. Sepanjang halaman masjid yang kering ditebari oleh potongan ranting-ranting. Mendongak, pohonnya besar, daunnya telah tanggal.

Katanya, dulu ada seorang anak muda yang sering ke sini. Perawakannya biasa saja. Tidak tinggi, tidak juga pendek berlebih. Pakaiannya biasa saja. Seringnya ia memakai warna putih. Wajahnya sedang-sedang saja. Tapi terlihat tak berminyak dan bersih. Janggut tipisnya juga tampak rapih. Sesekali ia menaiki kendaraan bermesin, tapi seringnya berjalan kaki. Yang terus jadi perhatian adalah celana yang tak terseret-seret, katanya agar najis di jalan tak ikuti. Jarang sekali ia kenakan sarung, bahkan tak pernah -kecuali sekali dua kali.

Kadang sebelum azan, ia sudah tiba. Kadang saat azan, ia sudah di sana. Kadang setelah azan, ia menuju ke shaf depan segera. Tidak pernah tampak ia berlari-lari. Jalannya biasa seperti pada umumnya pejalan kaki. Dan pohon pun sudah memerhatinya setiap hari.

Anak muda yang satu ini tampak berbeda. Katanya, karena ia yang paling dan sangat muda, itu bukan berarti ia tak mengenal orang-orang di sana. Lelaki dan wanita paruh baya, semua ia temani dengan sepenuh hormat dan sopan-santun saat berbicara.

Lima kali sehari ia datangi sendiri. Pohon di masjid itupun begitu pula senantiasa memerhati. Bila suatu kali ada beberapa kegiatan remaja di desa, ia bisa lebih sering datang ke sini. Karakter seperti apakah yang dimiliki anak muda ini? Bolehkah buku-buku pelajaran menambahkan capaian karakter sedemikian murni?

Akan selalu ada anak-anak muda yang seperti ia. Semoga Allah jaga gerak langkah kamu ya. Semoga istiqamah dan jangan menyerah hingga Allah yang memerintah untuk istirahat, istirahat di sisi-Nya. 

Ketahuilah, kamu adalah sedikit dari yang banyak. Dan bisa jadi menjadi yang terbaik dari yang sedikit. Asal Allah terus diingat, Allah yang terus jadi niat baik.

Calon Mujahid, insyaa Allah


Ahsan
Next PostNewer Posts Previous PostOlder Posts Home