Dalam kehidupan, kita dihadapkan dengan banyak pilihan. Terkadang pilihan-pilihan itu menuntut diri untuk lebih baik dan semakin baik lagi. Apapun yang telah kita pilih, maka akan ada resiko yang mesti dihadapi.  Jika ada orang yang tidak mau memilih dari banyaknya pilihan hidup, bisa jadi ia tidak sedang hidup. Fisiknya saja yang tampak baik-baik saja tapi mentalnya perlu diperbaiki. Dan jika adapula yang tidak berani mempertanggungjawabkan pilihannya, mungkin saja ia setengah hidup. Istilah yang tepat adalah ‘cari aman’. Boleh saja. Namun hidupnya akan datar dan jenuh.
Mari hitung-hitung sudah berapa waktu yang dilalui dalam hitungan detik, jam, hari, bulan, dan tahun. Sudahkah dilewati dengan kualitas? Apakah hanya sekedar menjalani saja tanpa membuat bekas apa-apa? Apalagi jawaban kita bila ada pertanyaan sudah punya karya apa?
Pembaca muda mulia, semoga selalu dirahmati Allah, tidak banyak yang memiliki kesadaran akan diri sendiri, tidak banyak pula yang memahami bahwa waktu muda takkan terulang lagi. Jikapun ada yang paham, tidak sedikit dari mereka yang berasumsi tentang masa muda yang harusnya dihabiskan untuk dinikmati. Menikmati artinya bersenang-senang.
Jikapun dentangan waktu berlalu seharusnya itu menambah keakaraban diri dengan hal-hal yang membuat perkembangan. Semakin mendewasa misalnya. Namun ada beberapa cara untuk membangun diri menjadi pribadi berkualitas.
1.      Ilmu
Seringkali kita termakan asumsi bahwa ilmu dan pengetahuan hanya ada di buku. Ya memang benar begitu. Jadi kenapa masih malas membaca? Ada juga pemahaman bahwa semakin tinggi pendidikannya maka semakin baik pula pengetahuannya. Iya memang benar. Tapi tidak selalu begitu.
Seorang pembelajar sejati tahu bahwa mendapatkan pelajaran itu bisa darimana saja. Kita belajar dari buku. Bisa berupa buku yang kita baca dan buku yang kita lihat. Juga belajar dari guru. Mereka yang berpengetahuan banyak atau bahkan guru-guru yang tak berpendidikan sama sekali. Ilmu itu bukan sekedar teori. Lebih dari itu adalah hikmah.
Dan jangan dilupakan bahwa ilmu menuntun kita melakukan apapun dan saat mengerjakan sesuatu harus bersandar pada ilmu.
"Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmunya ; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagia) di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmunya pula; dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula". (HR. Bukhari dan Muslim)
2.      Kepribadian
Maka carilah sosok seperti apa yang sebenarnya yang kita inginkan. Mau jadi apa kita ini? Seseorang yang mengalir seperti air? Atau tegar sekuat batu karang? Dan lain-lain yang secara prinsipil kita yakini kepribadian seperti itu baik bagi Allah, bagi kita, dan bagi orang-orang yang berada di sekeliling kita.
“Kebaikan adalah akhlak yang baik, dan keburukan adalah sesuatu yang mengganjal di dadamu (hatimu), dan kamu tidak suka jika orang lain mengetahuinya.” (HR. Muslim)
Mulailah sadarkan diri bahwa hidup ini tidak bisa begini-begini saja. Bentuk prinsip dan cetak sedemikian rupa secara fisik. Bentuknya akan tampak jelas dari perilaku. Namun hal ini pasti sangat dipengaruhi oleh ilmu. Dan lagi-lagi, kualitas diri adalah dari apa yang tak tampak dan apa yang tampak.
3.      Pergaulan
Seperti apapun kondisi kita, kita tetaplah butuh orang lain untuk melakukan beberapa hal. Tak perlu dipungkiri karena ada banyak hal yang tak bisa kita kerjakan sendiri. Mari sadari kembali untuk berteman dengan orang-orang baik sebagaimana sabda nabi,
“Permisalan teman yang baik dengan teman yang buruk adalah ibarat penjual minyak kasturi dan pandai besi. Si penjual minyak kasturi bisa jadi akan memberimu minyaknya tersebut atau engkau bisa membeli darinya, dan kalaupun tidak, maka minimal engkau akan tetap mendapatkan aroma harum darinya. Sedangkan si pandai besi, maka bisa jadi (percikan apinya) akan membakar pakaianmu, kalaupun tidak maka engkau akan tetap mendapatkan bau (asap) yang tidak enak.” (HR. al-Bukhari no. 5534, Muslim no. 2628).
Dan bukan berarti menutup pintu pergaulan dengan mereka yang kita anggap kurang baik, karena bisa jadi kebaikan mereka lebih banyak daripada kita.
Bergaul boleh kepada siapa saja tapi kita harus ingat untuk tetap berada di dalam koridor kebaikan. Yang baik menurut Allah selalu menjadi kebaikan di sisi kita.
4.      Tujuan hidup
Jangan mau menjadi biasa-biasa saja. Terbang dan melejitlah tinggi-tinggi. Tak perlu khawatirkan rasa sakit. Karena bagaimanapun di hidup ini tak ada namanya pembelajaran jika tanpa rasa sakit, sedih, dan duka. Tidak usah mencemaskan tentang apa yang akan terjadi nanti. Kita hanya perlu berusaha dan berdoa untuk menyemangati cita-cita.
Tentunya jangan lupakan bahwa tujuan hidup kita adalah untuk beribadah kepada Allah. Apapun keinginan kita akan menjadi lebih mudah saat kita libat Allah.
“Sabarkanlah dirimu bersama orang-orang yang berdoa kepada Allah, pada waktu pagi dan petang, (yang mereka itu) menginginkan wajah-Nya.” (QS. Al-Kahfi/18: 28)
5.      Karya dan Prestasi
Kita punya kesenangan hidup. Boleh saja. Melakukan ini dan itu untuk menumbuh-kembangkan potensi yang ada pada diri. Mari sadari bahwa masa muda adalah saat produktivitas. Di usia segini, mereka udah begini! Nah, kita udah ngapain aja? Prestasinya apa aja? Mari sadari dan buatlah sejarah yang baik-baik di sisa-sisa usia kita.
“Tidak akan bergeser kedua kaki anak Adam di hari kiamat dari sisi Rabb-Nya, hingga dia ditanya tentang lima perkara (yaitu): tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang masa mudanya untuk apa ia gunakan, tentang hartanya dari mana ia dapatkan, dan dalam hal apa (hartanya tersebut) ia belanjakan dan apa saja yang telah ia perbuat dari ilmu yang dimilikinya.” (HR. ath-Thirmidzi no. 2416, ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir jilid 10 hal 8 hadits no. 9772 dan hadits ini telah dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits ash-Ashahihah no. 946)
Banyak hal lain yang bisa dijadikan alasan kepada kualitas diri menjadi begitu penting. Mungkin kita bisa lebih banyak belajar lagi. Mari semangat meningkatkan kualitas diri.
Apa peduliku dengan dunia?! Tidaklah aku hidup di dunia ini melainkan seperti seorang pengembara yang berteduh di bawah pohon dan beristirahat, lalu pengembara tersebut pergi meninggalkannya.” (HR. at-Tirmidzi no. 2377)
Next PostNewer Posts Previous PostOlder Posts Home